Bu, Bu... ini RPP saya salah lagi...
salah lagi...
Sudah 5 kali revisi Bu...
Bu, promes protanya kok gitu?
Bukannya begini to?
Bingung Bu, saya buat silabusnya...
Nanti akan supervisi di jam pertama..
Saya belum buat RPP Bu, anak saya
rewel terus...
Bu, lha kemarin saya dinyatakan
‘GAGAL’ karena tidak sesuai RPP...
Itu
beberapa kata, keluh, ungkapan dari guru-guru di salah satu SMK di perbatasan
Ngawi-Madiun, layaknya trending topic hampir setiap pagi hal itu yang
diperbincangkan.
Kurikulum
2013.
Kurikulum
baru yang menggantikan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan(KTSP). Kurikulum
yang diharapkan mampu membawa perubahan terhadap karakter peserta didik, mampu
membuat peserta didik lebih peduli terhadap sekitar, dan pada intinya
menjadikan kualitas pendidikan di Indonesia lebih baik.
Alasan Pemerintah mengubah kurikulum adalah sebagai berikut:
“..Dari sek ian
banyak unsur sumber
daya pendidikan, kurikulum merupakan salah satu
unsur yang bisa memberikan kontribusi
yang signifikan untuk mewujudkan proses berkembangnya
kualitas potensi peserta
didik. Jadi tidak
dapat disangkal lagi bahwa
kurikulum, yang dikembangkan
dengan berbasis pada
kompetensi sangat diperlukan sebagai instrumen untuk mengarahkan peserta
didik menjadi: (1) manusia
berkualitas yang mampu dan
proaktif menjawab tantangan zaman
yang selalu berubah; dan (2) manusia terdidik yang beriman dan bertakwa
kepada Tuhan yang Maha Esa, berakhlak mulia,
sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri; dan (3) warga
negara yang demokratis
dan bertanggung jawab.
Pengembangan dan pelaksanaan kurikulum
berbasis kompetensi merupakan
salah satu strategi pembangunan pendidikan nasional
sebagaimana yang diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional.”
“...Dengan berbagai kemajuan
yang telah dicapai, mutu pendidikan Indonesia harus terus ditingkatkan.
Hasil studi PISA
(Program for International
Student Assessment), yaitu studi yang memfokuskan pada literasi bacaan,
matematika, dan IPA, menunjukkan
peringkat Indonesia baru
bisa menduduki 10 besar
terbawah dari 65 negara.
Hasil studi TIMSS
(Trends in International
Mathematics and Science Study) menunjukkan siswa
Indonesia berada pada
ranking amat rendah dalam kemampuan (1) memahami informasi
yang komplek, (2) teori, analisis dan pemecahan masalah, (3) pemakaian alat,
prosedur dan pemecahan masalah dan (4) melakukan investigasi. Hasil studi ini
menunjukkan perlu ada perubahan orientasi kurikulum dengan
tidak membebani peserta
didik dengan konten
namun pada aspek kemampuan
esensial yang diperlukan
semua warga negara
untuk berperan serta dalam membangun negara pada masa mendatang”
(Dokumen Kurikulum 2013)
Pengubahan
kurikulum tentunya sudah dipikirkan matang-matang oleh pemerintah, mengenai
dampak baik-buruknya. Pemerintah pun tidak langsung menggunakan kurikulum 2013
secara masal, tapi ada sekitar 6300an sekolah pilot yang dijadikan sasaran uji
coba kurikulum 2013. Setelah diuji coba akan dievaluasi pelaksanaan kurikulum
2013. Ditargetkan pada tahun 2015 semua sekolah di Indonesia telah menerapkan
Kurikulum 2013. Pemerintah telah mempersiapkan banyak hal demi
terlaksananya kurikulum ini, seperti
pengembangan buku siswa dan pedoman guru serta pelatihan PTK. Entah berapa dana
yang dikeluarkan demi sebuah Kurikulum....
Sebagai
seorang pendidik berlatarbelakang Ekonomi, maka saya melihat ada berapa banyak
oportunity cost yang hilang demi sebuah kurikulum. Kalau kita flashback ke
belakang, pergantian Kurikulum apakah memberikan dampak signifikan terhadap
perkembangan pendidikan di Indonesia? Dari KBK, KTSP, dan terakhir 2013.
Kalaupun ada, apakah ini sebanding dengan dana yang dikeluarkan?
kalau
saya melihat Permasalahan terbesar sebenarnya ada pada Tenaga Pendidik dan
Infrastruktur.
Ya.
Kalau ingin membentuk karakter anak, didiklah gurunya agar berkarakter.
Karakter yang dapat diteladani. Guru merupakan komponen terbesar dalam mengaruhi pola pikir peserta
didik, informasi yang paling akurat yang didapat dari guru. Ketika di depan
kelas, maka hak preogratif ada di tangan guru. Walaupun anak jaman sekarang
sudah mengenal banyak media informasi, tapi tetaplah informasi dari gurulah
dianggap paling akurat. Ruang
kelas, adalah tempat yang baik(walaupun bukan terbaik) untuk memengaruhi anak.
Dengan menyisipkan pesan-pesan kejujuran, kemandirian dan kepedulian pada
materi-materi pelajaran yang diberikan.
Kurikulum
mungkin tidak perlu diubah, hanya perlu ditambahkan hal-hal yang relevan dengan
perkembangan zaman. Dana yang ada bisa untuk meningkatkan kualitas guru lokal
maupun nasional melalui pelatihan-pelatihan yang berkesinambungan.
Pelatihan-pelatihan ini tidak hanya dilakukan 1-2 kali tapi beberapa kali,
tidak hanya untuk daerah pusat tapi juga pinggiran.
Masih
banyak guru-guru yang ngajar asal ngajar, hanya asal menyampaikan materi,
yang penting tugasnya telah selesai. Bukan karena apa-apa, karena kurangnya
kepahaman tentang arti dari mengajar, mendidik.
Pergantian
kurikulum juga inefisien bagi guru-guru, karena harus melakukan penyesuaian
materi, media, silabus, RPP pembelajaran. Itu tidak membutuhkan waktu yang
sedikit, sampai berbulan-bulan. Padahal waktu yang ada dapat digunakan untuk
mengembangkan materi pembelajaran, melakukan inovasi, dan sebagainya. Untuk
melakukan hal-hal yang lebih produktif untuk peserta didik daripada berdebat
soal susunan RPP.
Selain
untuk pengembangan dn pelatihan guru, dana kurikulum bisa ditambahkan pada
anggaran perbaikan infrastruktur sekolah. Semakin banyak sekolah layak huni,
insyaallah semakin banyak sekolah berprestasi. Kalau kita mau membuka mata, ada
berapa banyak sekolah yang atapnya bocor, sekolah yang, maaf, seperti kandang
ayam, ada berapa banyak sekolah yang dindingnya mau roboh, ada berapa banyak
sekolah tak punya perpustakaan? Anak akan terbantu maju dengan adanya fasilitas
pendidikan yang memadai.
Guru
dan Infrastruktur rasanya yang menjadi kunci keberhasilan pendidikan, bukan
kurikulum.