Jumat, 27 September 2013

Excel dan Mindset


 
Secangkir kopi putih mengawali hari ini. Ya, kopi,  bukan susu sereal. Entahlah. Sepertinya tubuh ini perlu pertahanan dan pembangkit semangat.

Harusnya hari ini aku tidak ada jam mengajar, tapi karena suatu hal aku harus menggantikan seorang guru mengajar spreadsheet. Materi yang sudah lama tak pernah ku sentuh. Aku pun tak punya bekal modul yang bisa kupelajari. Untuk hari ini, spesial ngajar dari jam 7 pagi mpe jam 2 siang... :D

Bismillah....

Just let it flow...

10 menit ...
20 menit ...
30 menit...
Dan kemudian....

Bu, ini gmana gabunginnya?
Bu, ini kok gak bisa ya?
Bu, ini kok gak bisa ketemu 0?
Bu, ngisi  jurnalnya pake rumus apa manual?
Bu, ini chargernya gak bisa....
Bu, nama akunnya gak muncul...

Aku melihat wajah bingung anak-anak, muka-muka mulai panik, mulai frustasi dan ber-ending kepasrahan...
Akhirnya, aku pun turun tangan mengatasi permasalahan mereka satu per satu.
Mencoba bersikap tenang, setenang-tenangnya.

Aku sudah lama tak menyentuh, Fungsi IF, VLOOKUP, AND dan temen2nya...
Jaman SMA excelku tak begini, gak akuntansi banget, kuliah juga nggak kayak gini juga...
Berbekal modul pinjaman dari siswa aku selesaikan satu persatu permasalahan mereka. Kebanyakan bisa clear, hanya 1 masalah yang nggak bisa.

Ya...mungkin dulu aku seperti itu juga, jaman SMP, SMA, bahkan kuliah...
Kalo menemui rumus fungsi excel yang tak berhasil, rasanya menjadi orang paling bodoh banget... padahal tinggal masukin rumus doank.. kadang pemecahannya tinggal kurang koma(,), petik(“) pokoknya hal-hal yang hanya membutuhkan sedikit ketelitian...

Mungkin memang seperti itulah hidup, kadang kita sudah keburu bingung, panik bahkan hopeless dalam melihat suatu masalah, padahal kuncinya lebih teliti lebih jeli dalam memandang masalah. Tentunya wawasan dan pengalaman juga, kalo kita sudah pernah atau sering mengoperasikan ms.excel kita akan tenang dalam menyelesaikan. Dalam hidup pun wawasan dan pengalaman pun sangat perlu, apalagi untuk mereka yang mau MAJU!

Just open mind and change mindset... :D




 (Note: September, 25)


Rabu, 11 September 2013

Kurikulum 2013, Solusi Terbaikkah?


 
Bu, Bu... ini RPP saya salah lagi... salah lagi...
Sudah 5 kali revisi Bu...
Bu, promes protanya kok gitu? Bukannya begini to?
Bingung Bu, saya buat silabusnya...
Nanti akan supervisi di jam pertama..
Saya belum buat RPP Bu, anak saya rewel terus...
Bu, lha kemarin saya dinyatakan ‘GAGAL’ karena tidak sesuai RPP...

Itu beberapa kata, keluh, ungkapan dari guru-guru di salah satu SMK di perbatasan Ngawi-Madiun, layaknya trending topic hampir setiap pagi hal itu yang diperbincangkan. 


Kurikulum 2013.

Kurikulum baru yang menggantikan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan(KTSP). Kurikulum yang diharapkan mampu membawa perubahan terhadap karakter peserta didik, mampu membuat peserta didik lebih peduli terhadap sekitar, dan pada intinya menjadikan kualitas pendidikan di Indonesia lebih baik.

Alasan Pemerintah mengubah kurikulum  adalah sebagai berikut:
“..Dari  sek ian  banyak  unsur  sumber  daya  pendidikan,  kurikulum merupakan  salah satu  unsur  yang  bisa memberikan  kontribusi  yang  signifikan  untuk mewujudkan proses  berkembangnya  kualitas  potensi  peserta  didik.  Jadi  tidak  dapat  disangkal lagi  bahwa  kurikulum,  yang  dikembangkan  dengan  berbasis  pada  kompetensi sangat diperlukan sebagai instrumen untuk mengarahkan peserta didik menjadi: (1) manusia  berkualitas  yang mampu  dan  proaktif menjawab  tantangan  zaman  yang selalu berubah; dan (2) manusia terdidik yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan yang Maha Esa, berakhlak mulia,  sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri; dan  (3) warga  negara  yang  demokratis  dan  bertanggung  jawab.  Pengembangan  dan pelaksanaan  kurikulum  berbasis  kompetensi  merupakan  salah  satu  strategi pembangunan pendidikan nasional sebagaimana yang diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.”
“...Dengan berbagai kemajuan yang  telah dicapai, mutu pendidikan  Indonesia harus terus  ditingkatkan.  Hasil  studi  PISA  (Program  for  International  Student Assessment), yaitu studi yang memfokuskan pada literasi bacaan, matematika, dan IPA, menunjukkan  peringkat  Indonesia  baru  bisa menduduki  10  besar  terbawah dari  65  negara.  Hasil  studi  TIMSS  (Trends  in  International  Mathematics  and Science  Study) menunjukkan  siswa  Indonesia  berada  pada  ranking  amat  rendah dalam kemampuan (1) memahami informasi yang komplek, (2) teori, analisis dan pemecahan masalah, (3) pemakaian alat, prosedur dan pemecahan masalah dan (4) melakukan investigasi. Hasil studi ini menunjukkan perlu ada perubahan orientasi kurikulum  dengan  tidak  membebani  peserta  didik  dengan  konten  namun  pada aspek  kemampuan  esensial  yang  diperlukan  semua  warga  negara  untuk berperan serta dalam membangun negara pada masa mendatang”
(Dokumen Kurikulum 2013)

Pengubahan kurikulum tentunya sudah dipikirkan matang-matang oleh pemerintah, mengenai dampak baik-buruknya. Pemerintah pun tidak langsung menggunakan kurikulum 2013 secara masal, tapi ada sekitar 6300an sekolah pilot yang dijadikan sasaran uji coba kurikulum 2013. Setelah diuji coba akan dievaluasi pelaksanaan kurikulum 2013. Ditargetkan pada tahun 2015 semua sekolah di Indonesia telah menerapkan Kurikulum 2013. Pemerintah telah mempersiapkan banyak hal demi terlaksananya  kurikulum ini, seperti pengembangan buku siswa dan pedoman guru serta pelatihan PTK. Entah berapa dana yang dikeluarkan demi sebuah Kurikulum....

Sebagai seorang pendidik berlatarbelakang Ekonomi, maka saya melihat ada berapa banyak oportunity cost yang hilang demi sebuah kurikulum. Kalau kita flashback ke belakang, pergantian Kurikulum apakah memberikan dampak signifikan terhadap perkembangan pendidikan di Indonesia? Dari KBK, KTSP, dan terakhir 2013. Kalaupun ada, apakah ini sebanding dengan dana yang dikeluarkan?
kalau saya melihat Permasalahan terbesar sebenarnya ada pada Tenaga Pendidik dan Infrastruktur.

Ya. Kalau ingin membentuk karakter anak, didiklah gurunya agar berkarakter. Karakter yang dapat diteladani. Guru merupakan komponen  terbesar dalam mengaruhi pola pikir peserta didik, informasi yang paling akurat yang didapat dari guru. Ketika di depan kelas, maka hak preogratif ada di tangan guru. Walaupun anak jaman sekarang sudah mengenal banyak media informasi, tapi tetaplah informasi dari gurulah dianggap paling akurat. Ruang kelas, adalah tempat yang baik(walaupun bukan terbaik) untuk memengaruhi anak. Dengan menyisipkan pesan-pesan kejujuran, kemandirian dan kepedulian pada materi-materi pelajaran yang diberikan.

Kurikulum mungkin tidak perlu diubah, hanya perlu ditambahkan hal-hal yang relevan dengan perkembangan zaman. Dana yang ada bisa untuk meningkatkan kualitas guru lokal maupun nasional melalui pelatihan-pelatihan yang berkesinambungan. Pelatihan-pelatihan ini tidak hanya dilakukan 1-2 kali tapi beberapa kali, tidak hanya untuk daerah pusat tapi juga pinggiran.

Masih banyak  guru-guru yang ngajar  asal ngajar, hanya asal menyampaikan materi, yang penting tugasnya telah selesai. Bukan karena apa-apa, karena kurangnya kepahaman tentang arti dari mengajar, mendidik.

Pergantian kurikulum juga inefisien bagi guru-guru, karena harus melakukan penyesuaian materi, media, silabus, RPP pembelajaran. Itu tidak membutuhkan waktu yang sedikit, sampai berbulan-bulan. Padahal waktu yang ada dapat digunakan untuk mengembangkan materi pembelajaran, melakukan inovasi, dan sebagainya. Untuk melakukan hal-hal yang lebih produktif untuk peserta didik daripada berdebat soal susunan RPP.


Selain untuk pengembangan dn pelatihan guru, dana kurikulum bisa ditambahkan pada anggaran perbaikan infrastruktur sekolah. Semakin banyak sekolah layak huni, insyaallah semakin banyak sekolah berprestasi. Kalau kita mau membuka mata, ada berapa banyak sekolah yang atapnya bocor, sekolah yang, maaf, seperti kandang ayam, ada berapa banyak sekolah yang dindingnya mau roboh, ada berapa banyak sekolah tak punya perpustakaan? Anak akan terbantu maju dengan adanya fasilitas pendidikan yang memadai.

Guru dan Infrastruktur rasanya yang menjadi kunci keberhasilan pendidikan, bukan kurikulum.