Bagian dari tahun ini. Akhir tahun. Ditengah himpitan, dirapatnya tugas, dikeringnya dompet. Hauah. Terbersit untuk melanjutkan misi yang tertunda.
Silaturhmi ke Sekolah Pintar Merapi
(sekolah non formal yang didirikan untuk sarana pembangkitan semangat anak-anak yang terkena bencana letusan Merapi beberapa waktu lalu)
Ini berawal dari keinginan membuat ASRAMA UNTUK ANAK-ANAK SD BELAKANG KAMPUS,
Berawal dari melihat semangat anak-anak untuk belajar, betapa antusiasnya mereka belajar. Melihat bahwa tutur kata mereka belumlah baik, tingkah laku mereka belum sempurna. Melihat begitu banyaknya potensi di diri mereka, yah...walo semuanya masih abstrak. Belum jelas. Tapi mereka butuh orang-orang yang mau membimbing penemuan potensi mereka, menuntun setiap langkah menuju asa mereka. Karena kondisi keluarga, orang tua kadang hanya memberikan sebagian hak anak, yaitu nafkah. Apa mau dikata, pendidikan dan pemahaman setiap orang tua berbeda dan kebanyakan mereka adalah kaum marginal, yang hidupnya masih dibawah garis. Mereka kebanyakan juga kaum urban. Coba mengadu nasib di kota kecil ini, Solo.
Walau ada beberapa anak yang sudah baik dan berada di keluarga yang baik juga, baik secara materi maupun pendidikan. Tapi saya mencoba mengeneralisasi,agar kita segera punya solusi untuk masalah-masalah seperti ini. Hmm..bahkan ada anak-anak kelas 6 SD yang perilakunya seperti orang dewasa: miras, tindik, tatoan. Saya belum bertemu dengan anak-anak tersebut, tapi saya mendengar cerita dari warga dan adek-adek binaan di LAZIS UNS. Miris.
Mahasiswa dituntut untuk lulus cepat, IP bagus, dapat kerjaan mapan. Mahasiswa disibukkan dengan tugas dan ujian yang datang bertubi-tubi, rasanya sudah tak ada ruang untuk bernafas. Kalau sempat bernafas, itu pun untuk kegiatan-kegiatan yang menunjang masa depan mereka. Itu tak masalah. Itu baik. Karena memang sekarang zamannya seperti itu. Tapi sebagai mahasiswa kita tidak boleh memiliki idealisme pragmatis, yang hanya berkutat pada pemahaman-pemahaman yang sulit dicerna oleh realita. Mahasiswa seharusnya banyak melihat sekitar, karena mereka nantinya akan terjun ke masyarakat... Yah..tembok kampus terlalu kokoh untuk melihat sekitar. Padahal masyarakat excited sekali kalau mahasiswa mau mendatangi mereka, dalam arti bikin acara yang mempartisipasikan mereka.
Bingung dengan tulisan saya?? Bertele-tele? Hehehehe. Maklum,saya sedang belajar. #ngeles#. Pada intinya begini, kita perlu mengadakan asrama ataupun semacam pendampingan yang intesif pada anak-anak belakang kampus UNS sebagai upaya mengembangkan potensi mereka, memupuk mimpi-mimpi mereka, menuntun mereka menjadi anak yang mandiri, religius, berkarakter dan nasionlis. Implikasinya ketika mereka dewasa, akan memiliki bahan yang cukup untuk perbaikan keluarga mereka. Jangka panjangnya rantai kemiskinan di sekitar kampus akan terkurangi. Mahasiswa sebagai relawan, instruktur dan manajerial pendampingan akan memiliki kepekaan sosial yang tinggi. Jadi ketika mereka sudah tidak di lingkungan kampus, bekerja di suatu tempat... rasa peduli mereka masih ada. Dan berusaha menebar kebaikan untuk lingkungan dimana mereka tinggal. Kalau itu benar-benar dapat terealisasikan, subhanallah sekali.. :)
Kembali ke SEKOLAH PINTAR MERAPI di Posko Umbulharjo,Cangkringan, Kaliurang
Kami, saya, Lala(P.Biologi 09), Anna(P.Akuntansi 09), Evi(P.Akuntansi 09), Vety(FH 09), Via(FH 09) dan Mas Faizal(FT 07) berangkat sekitar pukul 7.20, menuju UNY untuk berangkat bareng dengan relawan SPM(Sekolah Pintar Merapi). Oia kami kesana bukan atas nama organisasi tertentu, karena kami hanyalah orang-orang yang pengin nimba ilmu, cari pengalaman, refreshing... Hohoho.
Keberangkatan kami ditemani dengan cuaca yang tidak mendukung, hujan, panas, hujan, panas, hujan lagi...(bolakbalik pake-lepas mantol). Apapun itu, pada intinya kami mendapat beberapa pelajaran yang berharga, dan harus ditulis agar tidak lupa. Hauah. Pelajaran itu kami dapat dari mas Pidi Winata(direktur SPM, UNY), mb Uzi, mb Putri, mb Lilin, Mb Esti,mb Aulia, mas Syahrir, pokoknya relawan SPM semua dah.. beberapa pembelajaran itu, antara lain:
1. Untuk memulai suatu program, yang dilakukan pertama kali adalah KLAIM. Sebuah pengakuan adanya suatu program, pasang spanduk, pamflet yang banyak. Intinya woro-woro dulu. Masalah teknis menyusul. Tak perlu menunggu semuanya sempurna baru memulai. Ini saran untuk kegiatan sosial seperti SPM.
2. Penentuan tempat. Bisa dilakukan di rumah warga. Anak-anak berkumpul sedikit demi sedikit, kadang mereka juga belajar di bawah pohon dimana pamflet itu ditempel...
3. Waktu bisa dilakukan 2 hari sekali atau fleksibel
4. Kegiatan-kegiatan yang direncanakan(dan beberapa sudah berjalan), yaitu: Sanggar Bintang, Sanggar Seni, Kelompok Usaha, Rumah Pintar, Sekolah Olahraga(Sepakbola), Jurit malam, Pengajian ibu-ibu
5. Pemberian nama program, yang simpel dan nyeleneh, begitu juga dengan logo-logonya.
6. Butuh tim dengan orang yang rada nyeleneh, gila, sedikit liar, maksudnya orang-orang yang out of the box’s mindest. Kalaupun tidak, setidaknya saling melengkapi... Berproses. :D
7. Hal yang sedikit terlupakan adalah masalah OLAHRAGA, saya menjadi terinspirasi bikin pertandingan sepakbola/futsal untuk anak-anak binaan LAZIS, tempat dimana saya berkecimpung. Pasti seru!! Hehehe. Yah..karena saya melihat mereka begitu antusias maen bola(di suatu sore;red)
8. Pembinaan untuk warga sekitar, seperti pengajian. Ini mungkin bisa menjadi lahan dakwah untuk organisasi keagamaan di kampus. Tapi kalo temen-temen dari LAZIS mungkin mau mengadakan saya kira tak ada salahnya...:)
9. Ternyata banyak juga orang-orang yang peduli dan bergerak di lingkup yang hampir sama, anak-anak. Di kampus lain. Di tempat lain. Walopun Dusbin-dusbin organisasi internal banyak namun saya lihat kurang termanajemen(maaf, untuk yang punya dusbin). Maksud saya, untuk kegiatan sosial seperti pendampingan butuh keseriusan dan keberlanjutan. Yah..kalo bisa itu berdiri secara indepedent, agar bisa menentukan nasibnya sendiri. Tapi bukan berarti tidak bekerjasama.
10. Berusaha untuk kerjasama dengan pihak-pihak yang berkaitan, agar dapat share program
11. BERANI!!!
diskusi dengan teman-teman SPM
Ada juga cerita dari Mas Pidi tentang seorang ibu unik dan nyeleneh, yang menjadi ibunya anak-anak jalanan, buka usaha warung makan. Tapi dia mampu menyekolahkan anak-anak jalanan tersebut. Mereka makan juga disitu, ibu tersebut pun tidak minta balas materi dari anak-anak tersebut. Subhanaallah. Yah..untuk berbagi tak harus punya banyak, dengan yang sedikit pun sudah bermakna.
Mungkin, beberapa orang akan berkata keinginan saya terlalu tinggi, idealis atau biasa-biasa saja?? Tak apa. Tak ada jaminan juga kalo keinginan saya akan menjadi kenyataan. Saya hanya melihat, menulis dan melakukan usaha untuk sedikit perbaikan. Kalaupun keinginan untuk Asrama atau pendampingan yang sejenisnya sekarang ini belum bisa terealisasikan, mungkin besok-besok adek-adek tingkat atau orang lain nun jauh disana yang mewujudkannya... :)
Yah..idealisme adalah sebuah proses. Ketulusan itu pun juga proses. Tak ada jaminan kita akan menjadi idealis dan tulus selamanya, tapi kalo kita tidak mulai dari sekarang, kapan kita akan berproses??? Time is limiit guys... :D
mampir @ Pecel Lele Lela...yummy...:D
Pengin tahu lebih banyak tentang Sekolah Pintar Merapi? Look at http://www.sekolahpintarmerapi.org/