“ Indah wis mulih durung?”
“ Mbok nek mulih ojo wengi-wengi to nduk...”
Kalimat-kalimat itu masih teringang di telinga saya, kalimat yang dilontarkan oleh simbah putri ketika masih sugeng kalau magrib saya belum ada di rumah. Beliau lebih mengkhawatirkan saya dari pada ibu saya sendiri. Beliau khawatir ada ‘orang-orang jahat’ yang menghadang di jalan seperti di tipi-tipi itu, hehehe. Secara kurang lebih 20 km jarak rumah - kampus, jalannya juga seperti medan off road*hauah*, sebenarnya maklum saja sih kalau khawatir. Tapi selalu saja mengabaikan kekhawatiran beliau. Saya masih sering pulang malam, karena beberapa aktivitas seperti kadang ngajar, ngerjain tugas ataupun menjalankan amanah organisasi.
Simbah putri dari ibu meninggal tanggal 8 Maret 2013 yang lalu, dan besok genap 40 hari beliau tidak ada. Rasanya masih tersimpan banyak kenangan-kenangan, walau tak semuanya manis.. :)
Simbah putri didiagnosis diabetes 3 tahun yang lalu, kadar gulanya yang tinggi membuat beliau juga terkena stroke yang menyebabkan mata kanan tidak bisa melihat dan bibirnya -maaf-, miring ke kanan. Jalannya pun tak sempurna lagi, harus dibantu kruk kadang juga kursi roda. Berbagai pengobatan sudah dijalani, mulai medis, tradisional, pijat, sampai terapi air pun dijalani. Tanpa hasilnya tak seberapa. Yah...mungkin memang harusnya begitu..
Beberapa tahun terakhir ini walaupun terkena stroke tapi beliau masih bisa menjalankan aktivitasnya sendiri. Makan, minum, mandi semuanya bisa sendiri...
Sampai suatu ketika...
Pada awal Februari 2013, pagi-pagi subuh buta mendapat kabar kalau simbah terjatuh dari kamar mandi. Dan sejak saat itu beliau hanya bisa tidur di tempat tidur tidak bisa melakukan aktivitas sendiri...
Selama satu bulan lebih beliau tidak bisa kemana-mana, hanya tidur saja. Karena tubuhnya tak sanggup untuk duduk. Jadi terpaksa kami memakaikan pampers, karena penggunaan pampers terus menerus, kulit simbah yang sudah mulai getas mudah terluka. Akhirnya paha, pinggang dan punggungnya iritasi karena pemakaian pampers dan akibat tiduran terus di kasur..
Pada saat bersamaan sebelumnya, Ayah pun habis diopname di rumah sakit. Jadi ada kejadian gemesin saat itu, ketika Ayah jadwal check up dan bersamaan harus membawa simbah putri ke rumah sakit. Padahal rumah sakitnya berbeda, Ayah di RSUD sedangkan simbah di RSI Yaksi. Gemesinnya adalah ketika Ayah tidak mau check up kalo bukan saya yang nganterin padahal saat itu saya harus juga ngurus rawat inapnya Simbah, tapi endingnya semua kelar juga. Hmmm...ternyata Ayah manja juga ya, hehehehe.
Yup..Pada awalnya simbah sakit tidak langsung terbentuk luka, hanya merah seperti memar lama-kelamaan menjadi luka setengah basah. Atas inisiatif temen saya- yang dulu simbahnya juga mengalami hal sama- saya pergi ke Apotik untuk membeli obat luka.
Sebenarnya saya tidak tega harus mengobati luka simbah, luka yang berdiameter sekitar 7 cm di samping paha kiri ini sangat membuat saya tidak tega. Bukannya jijik tapi saya memang tak tega, karena pasti rasanya sakit sekali jika seperti itu. Saya membayangkan jika diri saya yang mengalami hal tersebut.. pasti rasanya Masyaallah sekali...
Tapi mau tidak mau saya tetap harus membersihkan dan mengobati luka tersebut, kalau tidak maka luka tersebut akan semakin parah. Saya mencoba mengobati luka-luka tersebut, walaupun sebelumnya saya harus berteriak histeris dan istigfar berkali-kali ketika mau membersihkan luka dengan NaCl kemudian memberikan obat pengering luka diabet , hmm..pada akhirnya saya terbiasa. Dan saya pun menjadi perawat gadungan, lama kelamaan saya tak perlu berteriak histeris lagi sebelum membersihkan luka. Hehehe. Saya malah senang ketika membersihkan luka. Karena pada saat itu timbullah harapan untuk penyembuhan luka simbah...
Sayangnya...
Sebelum luka-luka itu sembuh, Allah berkehendak lain... Allah ingin menyembuhkannya secara langsung dengan menghentikan rasa sakit tersebut tepat tanggal 8 Maret, pukul 07.00 WIB.
Rasanya semua tangisan pecah. Tak tahu kenapa. Mungkin karena selama 22 tahun saya membersamai beliau. Walau semasa dulu, saya sering dimarahi tapi itu saya anggap sebagai pembebalan diri agar tak mudah rapuh.
Saya tak tahu apa ini namaya sebuah kesabaran atau bukan, tapi saya belajar untuk sabar begitu juga ketika saat bersamaan saya harus berlari-lari mengejar deadline skripsi saya.
Hmm...apapun itu saya percaya Allah punya rencana indah bagi bagi setiap hambaNya.. entah itu apa.. :)
*menjelang 40 hari simbah putri, untuk adik dan sepupu-sepupuku: Walaupun tak ada orang tua yang sempurna, tetapi tetaplah berbakti *